Header Ads Widget


 

Praktisi Hukum Eko Saputra: Seleksi Sekda Dumai Sarat KKN dan Harus Diusut

Praktisi hukum Dr (C) Eko Saputra, SH, MH


NARASIWARTA.COM – Proses seleksi terbuka atau lelang jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Dumai tahun 2025 menuai sorotan tajam. Sejumlah pihak menilai proses tersebut sarat dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), bahkan disinyalir hanya sebatas formalitas belaka.

Isu adanya intervensi langsung dari Wali Kota Dumai dalam penentuan kandidat semakin menguat. Sejak awal tahapan seleksi hingga asesmen, publik menilai proses ini hanya sekadar “panggung administratif” karena nama calon terpilih disebut-sebut sudah dikantongi jauh sebelum seleksi dimulai.

Teka-teki itu akhirnya terjawab. Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Dumai Nomor 969/BKPSDM/2025 tertanggal 31 Oktober 2025, Fahmi Rizal, S.STP, M.Si resmi ditetapkan sebagai Sekretaris Daerah Kota Dumai menggantikan H. Indra Gunawan, S.Sos, M.Si. Pelantikan dijadwalkan pada Senin (3/11/2025) di Gedung Sri Bunga Tanjung.

Namun penetapan tersebut justru memicu gelombang kritik dari kalangan profesional dan masyarakat sipil.

Praktisi hukum Dr (C) Eko Saputra, SH, MH menilai terdapat indikasi kuat adanya campur tangan kepala daerah dalam proses seleksi. Ia mengungkap, dari informasi yang diterimanya, terdapat upaya penggiringan dukungan terhadap satu kandidat yang dianggap “sudah dipersiapkan” jauh hari sebelum tahapan seleksi dimulai.

“Kalau benar ada unsur gratifikasi atau intervensi politik, ini mencederai prinsip meritokrasi dan profesionalisme ASN. Jabatan Sekda itu strategis, tidak boleh diatur dengan uang atau kepentingan politik,” tegas Eko Saputra kepada wartawan, Sabtu malam (1/11/2025).

Eko mendesak aparat penegak hukum dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) segera turun tangan memeriksa seluruh proses seleksi, termasuk penggunaan anggaran asesmen yang bersumber dari APBD.

“Seluruh rangkaian asesmen dibiayai negara, jadi wajib transparan. Jika hanya formalitas dan peserta dijadikan ‘boneka’, maka ini bentuk pemborosan anggaran yang berpotensi pidana,” imbuhnya.

Diketahui, tujuh calon mengikuti proses seleksi terbuka tersebut. Namun di tengah jalan, beredar kabar bahwa salah satu kandidat, yakni Kepala Dinas Perhubungan Said Effendi, memilih mundur karena kecewa terhadap dinamika seleksi yang dinilai tidak objektif. Informasi ini juga diperkuat oleh sumber internal di lingkungan Pemko Dumai.

Sementara itu, kedekatan antara Wali Kota Paisal dan calon terpilih Fahmi Rizal bukan rahasia umum. Fahmi yang sebelumnya menjabat Kepala Bapenda disebut sebagai “orang kepercayaan” sang wali kota. Ia bahkan dikaitkan dengan aktivitas politik seperti inisiatif pemasangan papan bunga bertuliskan “Matahar 1 Paisal Berkhidmat” saat menjelang Pilkada 2025.

Tak hanya itu, isu adanya hubungan kekeluargaan antara Fahmi Rizal dengan istri Wali Kota juga menambah panjang daftar dugaan nepotisme yang menyeruak di tengah publik.

Menurut Eko, praktik seperti ini berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap komitmen reformasi birokrasi di Kota Dumai.

“Transparansi itu kunci. Kalau dari awal publik sudah mencium aroma gratifikasi, bagaimana bisa percaya pada hasilnya? Sekda itu motor birokrasi, bukan alat politik,” tegasnya.

Ia menegaskan, pengisian jabatan tinggi pratama seperti Sekda harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan prinsip merit system yang diatur oleh KASN.

“KASN wajib memeriksa. Kalau benar ada intervensi atau keberpihakan, maka itu pelanggaran serius terhadap prinsip ASN,” tandasnya.

Kini publik menanti langkah tegas dari KASN dan aparat penegak hukum untuk membuktikan apakah dugaan praktik KKN dan gratifikasi dalam seleksi Sekda Dumai sekadar isu atau memang nyata terjadi.

“Jabatan Sekda yang semestinya menjadi simbol birokrasi bersih, jangan sampai dikotori oleh kepentingan pribadi maupun politik,” pungkas Eko. (tim/red) 



Posting Komentar

0 Komentar